Sunday, January 11, 2009

Krisis Menerpa, Masa Depan MotoGP Tampak Suram




Mundurnya Kawasaki menjadi peringatan keras bagi MotoGP. Seperti Formula 1,
harus ada keputusan besar untuk mengamankan masa depan. Namun, di MotoGP,
tampaknya tidak ada kekompakan dalam bersikap.

Catatan Azrul Ananda

---

Dua seri balap paling bergengsi di dunia, Formula 1 dan MotoGP, sama-sama
mendapat ''tamparan'' keras menjelang musim 2009 nanti. Keduanya sama-sama
kehilangan tim penting akibat masalah finansial global.

Memang, Honda di F1 dan Kawasaki di MotoGP bukanlah tim papan atas. Tapi,
keduanya punya nama besar yang membantu gengsi.

Bagaimana kedua seri itu menanggapi tamparan, inilah yang sangat berbeda.
Kalau di F1, langsung ada pertemuan dan kesepakatan cepat untuk
menyelamatkan masa depan. Pihak regulator (FIA) dan asosiasi konstruktor
(FOTA) langsung kompak memutuskan masa depan. Kalaupun tidak, Max Mosley
sebagai presiden FIA punya power untuk main paksa.

Hasilnya, bukan hanya pemangkasan ongkos luar biasa yang mengamankan tim itu
pada musim 2009, tapi juga potensi mendapatkan tim-tim baru dengan ''murah''
untuk 2010 dan selanjutnya.

Di MotoGP, kesan yang muncul adalah tidak adanya kekompakan. Bahkan, ada
kesan tidak ada yang bisa ''tangan besi'', memutuskan seperti apa seri balap
tersebut nanti. Jangankan mengundang minat tim-tim baru untuk menambah
peserta, mengamankan 2009 saja sepertinya tanggung.

Bila diamati, semua pihak di MotoGP memang menginginkan adanya pemangkasan
ongkos yang signifikan. Khususnya tim dan konstruktor peserta (tergabung
dalam International Race Teams Association atau IRTA dan Motorcycle Sport
Manufacturers Association atau MSMA) dan promotor (Dorna).

Tapi, untuk menemukan kekompakan, tampaknya, tidak selancar di F1. Federasi
balap motor dunia, FIM, mungkin punya misi sama. Tapi, mereka tidaklah
seaktif FIA dalam meng-handle F1.

Dalam beberapa pekan terakhir, berbagai usul sebenarnya sudah muncul. Mulai
mengurangi jumlah lomba, membatasi mesin, mengganti komponen-komponen mahal,
sampai membatasi gaji pembalap. Tapi, hampir setiap usul mendapat bantahan.

Mengenai pengurangan lomba misalnya, dari 18 menjadi 15 atau 16. Ungkapan
keberatan muncul dari Herve Poncharal, bos Tech 3 Yamaha yang juga presiden
IRTA. Bagi dia, lebih baik memangkas uji coba daripada memangkas lomba.

''Bagi saya, 18 lomba tidak kebanyakan. Lebih baik ada tambahan lomba
daripada tambahan uji coba. Ketika berlatih di Sepang, Qatar, atau
Australia, kami tidak dapat bayaran (dari promotor, Red). Ketika balapan di
Malaysia atau Australia, kami dapat bayaran,'' ungkapnya seperti dilansir
Motorcycle News.

Pembatasan mesin, seperti yang dilakukan F1, juga dianggap tidak akan
menolong. Paul Denning, bos tim Suzuki, menimpali bahwa yang dibutuhkan
sekarang justru stabilitas regulasi. Kalau ada perubahan, meski niatnya
pemangkasan ongkos, justru tetap menimbulkan biaya.

''Regulasi teknis telah berubah terlalu banyak dalam beberapa tahun terakhir
(salah satunya pengecilan mesin dari 990 cc ke 800 cc, Red). Jadi, yang kita
butuhkan adalah stabilitas. Kalau aturan tetap sama, itu bisa membantu
mengurangi biaya,'' tuturnya.

Kalau penggusuran komponen mahal, misalnya mengganti rem karbon dengan steel
brake, ditentang dengan alasan gengsi. Menurut Poncharal, kalau MotoGP
memakai komponen murah atau masal, seri itu justru akan menurunkan kelas,
mendekatkan diri dengan kualitas dan kecepatan World Superbike (WSBK).

Dia bilang, kalau komponen ''dimurahkan'', Yamaha M1 MotoGP dan Yamaha R1
WSBK akan makin mirip. ''Itu masalah besar. Sebab, WSBK adalah sport
production, sedangkan kami (MotoGP, Red) adalah prototype,'' paparnya.

Lalu, apa yang harus dilakukan MotoGP? Pihak Dorna sebenarnya sudah berupaya
aktif. Carmelo Ezpeleta, CEO Dorna, telah melakukan pertemuan dengan MSMA.
Hanya, hasilnya belum terlihat.

Ezpeleta hanya menegaskan bahwa ongkos harus dipangkas. Soal solusi, dia
kembali mengumpankan bola ke tangan para produsen motor. ''Saya punya banyak
ide. Tapi, saya hanya bisa bikin proposal. Terserah para konstruktor untuk
membuat keputusan dan menemukan cara untuk balapan dengan biaya lebih
sedikit,'' ucapnya lewat Autosport.

Semua itu menimbulkan kesan bahwa Dorna tak punya kemampuan memaksa, MSMA
dan IRTA tidak kompak, dan FIM tidak aktif. Penggemar MotoGP pun harus
khawatir. Jangan-jangan, inilah awal dari akhir seri kesayangan mereka (dan
waktunya untuk siap-siap lebih mencintai World Superbike). (*)

3 comments:

  1. Iya, kalau F1 sudah banyak usaha pemangkasan dana ya.

    ReplyDelete
  2. waduh............
    kayaknya siap2 ngga nonton motoGP neh.........
    malah nonton World Superbike......
    hahs...hahs...hags....

    ReplyDelete
  3. tenang saja mudah2an Tim Aspar jadi make Kawasaki

    ReplyDelete